Wedding Agreement Episode 2 Part 1


“Tempenya ada, Pak?” tanya Tari seraya mencari-cari dengan matanya. “Waduh, habis, Neng,” jawab Pak Diman, tukan sayur gerobak yang biasa lewat di depan rumahnya.
“ Yaaah .... “ Padahal ia sedang kepingin membuat tempe mendoan. “Tahu putih aja, Neng. Bisa bikin martabak tahu. Ini ada kulit martabaknya,” tawar Pak Diman. “Boleh, deh.” Pak Diman mengambilkan pesanan Tari. “Ada lagi, Neng?” “Itu saja, Pak. Jadi berapa semuanya?” Selain yang barusan, Tari juga membeli ikan, sayuran, dan bumbu dapur.

“Jadi 80 ribu, Neng.” Pak Diman mengangsur kantong plastik belanjaan ke Tari. “Ini, Pak.” Tari memberikan selembar seratus ribuan. “Sebentar kembaliannya, Neng.” “Nggak usah, Pak.

 Ambil aja kembaliannya.” “Eh, tapi ini banyak banget, Neng,” tolak Pak Diman halus. “Nggak apa-apa, Pak,” yakin Tari. “Waduh, terima kasih banyak, Neng. Mudah-mudahan Neng Tari makin berkah rezekinya dan sehat selalu,” doa Pak Diman. Mata Tari berkaca. “Iya, makasih doanya, Pak.” Ia masuk dan menyeka air matanya. Mungkin sedekah yang ia berikan tidak seberapa, tapi doa tulus dari Pak Diman, mungkin itu yang Allah dengar dan ijabah.

Sejak gencar belanja di warung tetangga, ia selalu mengusahakan belanja kebutuhan sehari-hari di daerah sekitarnya. Ia sekarang tahu kalau tidak jauh dari rumahnya ada yang membuka toko kelontong dan sembako. Ia tidak perlu jauh-jauh ke supermarket besar. Setiap belanja juga ia usahakan untuk tidak menawar, kadang ia lebihkan sedikit. Pesan yang selalu ia ingat dari mentornya adalah, uang yang kita belanjakan sudah jelas akan dimanfaatkan oleh si penjual untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Itu akan lebih manfaat untuk mereka.

Tari meletakkan belanjaan di dapur. Hari ini ia akan membuat pindang patin khas Palembang. Ia berharap suaminya pulang cepat malam ini sehingga mereka bisa makan malam bersama.  Tari mendengar suara pintu dibuka. Ia mengerjap dan bangkit duduk dari petiduran. “Baru pulang, Mas?” Suaranya terdengar serak karena baru bangun tidur. “Iya. Maaf kamu jadi kebangun.” Bian menghampiri Tari dan mengecup dahinya pelan. “Kamu mau makan?” tanya Tari dengan mata mengantuk. “Nggak usah. Aku sudah makan tadi di kantor."

Bersambung ke sini

No comments:

Post a Comment

Alur Cerita film Mortal Kombat

 Pada abad ke-17 Jepang, pembunuh Lin Kuei, yang dipimpin oleh Bi-Han, menyerang desa Hanzo Hasashi dan anggota klan ninja Shirai Ryu sainga...