Episode 3
Bian melirik ke ponselnya saat terdengar notifikasi pesan WA masuk. Sebuah senyum terbit di wajahnya. Ia membuka pesan yang masuk. “Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam.” “Lagi sibuk?” “Nggak. Kenapa, Sarah?” “Aku mau mampir ngasih undangan, kamu pulang jam berapa?” “Biasa, jam delapan.” “Oke, nanti aku mampir, ya.” “Oke, di lobi aja.” “Assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam.”
Bian meletakkan ponselnya di meja. Ia bersyukur akhirnya Sarah akan menikah. Berkurang sedikit rasa bersalahnya. Ia melirik jam di pergelangan, masih ada tiga puluh menit lagi sebelum Sarah datang. Ia bergegas menyelesaikan pekerjaannya.
Tidak lama ponselnya berbunyi. Sarah meneleponnya. “Halo, assalamu’alaikum.” “Wa’alaikumussalam.” “Sudah sampai?” tanya Bian. Padahal belum pukul delapan. “Iya. Sori, aku kecepetan, ya?” “Nggak apa-apa. Kamu tunggu di kafe saja dulu. Nanti aku ke sana.” “Oke.” “Bye.” “Bye.” Bian segera menyelesaikan pekerjaannya. Ia tidak mau Sarah menunggu terlalu lama.
***** “Sori, lama banget, ya?” Bian duduk di hadapan Sarah. Ia terlambat tiga puluh menit. “It’s okay,” jawab Sarah seraya tersenyum. “Justru aku yang minta maaf, udah ganggu waktu kamu.” Bian tertawa kecil. “Nggak, lah. Sudah pesan minum?” tanyanya. “Sudah.” Sarah menunjuk cappucino-nya. “Tadi aku mau pesenin kamu black coffe, tetapi khawatir kamu lama. Kalau sudah dingin nggak enak.”
Bian tersenyum. Sarah masih ingat kopi kesukaannya. “Sudah jadi undangannya?” “Alhamdulillah, sudah.” Sarah mengeluarkan sesuatu dari tasnya. “Nih.” “Thanks.” Bian melihat undangan yang berada di tangannya. “Hijau, warna kesukaanmu.” Sarah tersenyum. “Iya. Aldi mengalah, tadinya dia memilih gold.” “Sudah berapa persen persiapannya?” tanya Bian. “Tujuh puluh, lah.” “Jadi di kebun raya?” Sarah mengangguk. “Aldi lagi-lagi mengalah.” Bian tertawa kecil. “Pernikahan impianmu, kan? Pesta kebun bertabur mawar putih.” “Kamu masih ingat.” “Tentu saja,” jawab Bian seraya tersenyum.
Mana mungkin dia lupa. Dulu mereka pernah membahas ini berhari-hari. Bagaimana pernikahan mereka nanti. Sarah tersenyum sedih. Dalam mimpinya, Bian yang menjadi mempelai prianya, tetapi sekarang .... “Aldi banyak mengalah. Mungkin dia takut kamu membatalkan pernikahan,” canda Bian. “Iya ... mungkin ..., “ jawab Sarah dengan mata berkaca. Bian tertegun.
Bersambung... ke sini
No comments:
Post a Comment